Senin, 06 Juni 2011

Penderita Asma Belum Teredukasi dengan Baik

Minimnya edukasi membuat penderita asma sering kali tak mampu mengendalikan penyakitnya dengan baik. Asma yang diderita pun semakin gawat bahkan menyebabkan kematian.
Sesak napas hebat membuat penderita asma dilarikan ke instalasi gawat darurat atau dirawat di ruangan intensive care unit. Beberapa pasien meninggal sebelum tiba di rumah sakit.
”Kalau pasien bisa mengontrol sendiri asmanya, kejadian semacam itu tak perlu,” kata Heru Sundaru, pengajar Divisi Alergi Imunologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, pada simposium ”Allergy and Clinical Immunology Network (Jacin)” di Jakarta, Sabtu (4/6).
Bila harus dirawat, kata Heru, biaya pengobatan dan perawatan penderita asma bisa tinggi. Di Amerika Serikat, biaya pengobatan asma 500 dollar AS per orang (sekitar Rp 4,5 juta).
Asma juga menyebabkan turunnya produktivitas seseorang. Penurunan produktivitas kalau dihitung berdasarkan kerugian finansial di Amerika mencapai 6 miliar dollar AS atau sekitar Rp 54 triliun. ”Di Indonesia belum pernah ada survei terkait biaya pengobatan. Pendataan kita lemah,” kata Heru.

Terus meningkat
Seiring kemajuan ilmu dan teknologi serta gaya hidup modern, jumlah penderita asma di Indonesia terus meningkat, terutama pada anak. Penelitian para ahli alergi dan imunologi di Indonesia menyimpulkan, ada kenaikan jumlah penderita asma pada anak-anak sekolah.
Beberapa tahun lalu sekitar 4,2 persen dari 10.000 siswa terkena asma. Tahun ini naik menjadi 5,4 persen per 10.000 siswa yang diteliti.
Tingginya penderita asma tidak spesifik pada siswa dari golongan sosial ekonomi rendah, tetapi juga siswa dari keluarga mampu. ”Faktor penyebab asma sangat beragam. Bukan sekadar lingkungan yang polutif dan kotor, tetapi juga pola makan, gaya hidup, dan genetik,” kata Heru.
Pengajar pada Divisi Alergi dan Imunologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Syamsu, mengatakan, meski banyak acuan penanganan asma dari lembaga internasional, asma belum tertangani baik.
”Dokter perlu memberi edukasi publik bagaimana mengelola asmanya,” katanya. Penyuluhan berkala sebaiknya diberikan di klinik-klinik pengobatan. Pasien juga diimbau memeriksakan diri rutin ke dokter.

Obati sendiri
Menurut Syamsu, kegawatan asma terjadi karena penderita sering mencoba mengobati sendiri setelah ke dokter. Obat-obatan yang diberikan diteruskan sendiri tanpa kontrol dokter. Padahal, dosis dan jenis obat yang diberikan berkala harus diganti sesuai kondisi pasien.
Asma disebut terkontrol bila tak muncul gejala baik siang maupun malam, tak terjadi keterbatasan pada pasien akibat sesak napas, dan pemakaian obat semprot yang kian jarang.

Kiat Agar Asma tak Sering Kumat

Asma merupakan penyakit peradangan saluran napas yang diturunkan. Walaupun penyakit ini tidak bisa disembuhkan namun jika dikelola dengan benar asma bisa tidak muncul hingga bertahun-tahun sehingga orang sering menyebutnya sembuh.



Sesuai dengan asal katanya yang berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti "sukar bernapas" atau "terengah-engah", jika asma sedang kumat penderitanya akan mengalami gejala sesak napas, batuk dan mengi yang menimbulkan bunyi "ngik-ngik".

Menurut dr.Iris Rengganis, Sp.PD, KAI, gejala-gejala asma itu disebabkan oleh penyempitan saluran pernapasan. "Akibatnya aliran udara yang masuk atau yang keluar dari paru terganggu. Penderita biasanya akan merasa seperti bernapas dari lubang sedotan, sangat sesak," katanya dalam acara seminar kesehatan Menghadapi Penyakit di Musim Pancaroba yang diadakan Persatuan Dokter Penyakit Dalam Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya asma, yang paling besar adalah faktor keturunan dan kerentanan atau reaksi alergi terhadap bahan tertentu. "Jika ada orangtua atau kakek nenek yang menderita alergi, anaknya beresiko menderita asma atau bentuk alergi lain," katanya.
Karena asma tidak bisa disembuhkan, pasien asma harus bersahabat dengan penyakitnya. "Ketahui faktor pencetus asmanya. Selama kita bisa menghindari pencetusnya, asma tidak akan kumat," papar dokter konsultan alergi imunologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Pasien asma memiliki hipersensitivitas pada alergen, seperti debu rumah, tepung sari dari bunga, bulu binatang, makanan, infeksi flu, polusi udara dan asap rokok, juga perubahan cuaca. 
"Ada juga pasien asma yang penyakitnya kambuh setiap kali mengalami ketegangan emosi, misalnya tertawa terbahak-bahak atau saat sedang stres. Karena itu perhatikan apa saja hal yang membuat asma kita kambuh kemudian hindarilah," ujarnya.

Obat asma
Saat ini tersedia dua jenis obat-obatan asma, yaitu yang bersifat  pengontrol dan pelega. Obat pengontrol biasanya berbentuk semprotan atau hirupan dan harus dipakai setiap hari. Obat ini harus dibawa ke manapun pasien pergi.
Sementara itu obat pelega adalah obat yang dipakai dalam keadaan darurat untuk menghilangkan gejala. "Obatnya hanya dipakai saat gejala muncul tapi tidak bisa mengatasi pembengkakan saluran napas. Karenanya obat ini tidak dipakai setiap hari," kata dr.Iris.
Selain menggunakan obat, pasien asma juga dianjurkan untuk memeriksakan diri teratur ke dokter untuk mengetahui berat ringannya penyakit sehingga obat atau cara hidup perlu disesuaikan.
Meski mengidap asma, penderita tetap disarankan untuk berolahraga karena asma tidak menghambat aktivitas fisik. "Lakukan olahraga teratur, terutama ketika penyakitnya sedang tidak kambuh dan tidak perlu memaksakan diri," ujarnya.
Penderita asma bisa melakukan senam asma karena gerakan-gerakannya bertujuan untuk memperkuat otot-otot pernapasan. Senam ini sebaiknya dilakukan secara teratur untuk hasil yang lebih optimal.



Sumber :
Kompas Cetak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar